“Tidak akan berkurang harta yang disedekahkan kecuali ia bertambah
bertambah bertambah”
(HR. at-Tirmidzi)
Semula banyak orang berpikir bahwa hasil usaha dia adalah
seukuran kerja, seukuran usaha, seukuran proyek, seukuran dagangan, atau
seukuran modalnya. Begitulah selama ini pikiran kita bekerja. Tidak pernah
terpikirkan atau jarang terpikirkan bahwa hasil usaha bisa di perbesar lewat
jalan ibadah sedekah, dan jalan usaha bisa diperluas lewat jalan ibadah sedekah!
Ya, banyak diantara kita yang tidak berani berpikir bahwa
jalan ibadah bisa menambah dan memperluas rezeki. Yakin, barangkali iya.
Maksudnya, iya yakin bahwa “jalan ibadah bisa menambah dan memperluas jalan
rezeki”, tapi membicarakannya hingga “menjadi sebuah metode”, menajadi sebuah
solusi yang “diatas kertaskan”, tidak sedikit yang kurang berani. Entahlah atau
saya yang “terlalu berani?”.
Padahal sebagai sebuah petunjuk, Al-Qur’an adalah petunjuk,
“(Beberapa hari yang
ditentukan itu ialah) bulan ramadhan, bulan yang didalamnya di turunkan
(permulaan) Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan
mengenai petunjuk itu dan pembeda antara yang hak dan yang batil…” (QS.
Al-baqarah: 185).
Tentu saja termasuk “petunjuk” untuk mencari rezeki dari yang maha memiliki
segala pembendaharaan rezeki.
Ikhlas, Do’a dan
Harapan Memberi Spirit dalam Beribadah
Wacana-wacana yang menjadikan “kekurangberanian” atau
“kesungkanan” untuk meyakini keyakinan itu secara bulat, baik di praktek maupun
di teori (menjadi metode) adalah sebab ada wacana bahwa “Ibadah itu harus
ikhlas. Tidak boleh beribadah karna dunianya. Harus karena wajah NYA semata
“Katakanlah,
sesungguhnya shalatku, Ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk allah, Tuhan
semesta alam.” (QS. Al-An’aam162).
Kalau kalimatnya seperti diatas, siapa yang berani memberi
kritik? Siapa yang berani mengoreksi? Dan siapa yang berani memberi catatan?
Saya pun tidak akan berani. Apapun yang kita lakukan tentu harus mengikhlaskan
diri kita karena Allah semata.
Tapi tunggu dulu! Orang-orang yang mencari dunia milik Allah
lewat jalan ibadah pun tidak mesti juga serta merta dikatakan tidak ikhlas.
Bagaimana kalau mereka secara cerdas, “memisahkan” antara
keikhlasan dan do’a? “memisahkan” keikhlasan dengan harapan? Artinya ketika
mereka menjalankan, mereka tahu dengan ilmunya bahwa dengan beribadah, dunia
akan Allah dekatkan, Tapi pada saat yang sama, mereka beribadah sepenuh hati
kepada Allah.
Harapan pun dia gantungkan semata hanya kepada Allah.
Bahwa dia menempuh jalan ibadah, sebab skarena Allah dan Rasul-NYA memberi
petunjuk demikian. Karenanya, harus percaya dan mengikutinya.
“Katakanlah, Hai
manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua, yaitu Allah yang
mempunyai kerajaan langit dan bumi; tidak tuhan (yang berhak disembah) selain
DIA, yang menghidupkan dan mematikan, maka berimanlah kamu kepada Allah dan
Rasul-NYA, nsabi yang ummi yang beriman kepada Allah dan kepada
kalimat-kalimat-Nya (kitan-kitab-Nya) dan ikutilah dia, supaya kamu mendapat
petunjuk.” (QS. Al-A’raaf 158)
Contoh salah satu bentuk ibadah adalah sedekah. Lalu Allah
memberitahu bahwa kalau sedang disempitkan rezekinya, bersedakahlah. Nanti
Allah akan buat apa-apa yang sulit, menjadi mudah.
“dan orang yang
disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah
kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa
yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah
kesempitan.” (QS. Ath-Thalaaq: 7)
Lalu, kita-kita yang sedang diberi nikmat kesulitan, percaya
dan berkenan mengikuti dengan harapan agar benar-benar kesulitan kita
dimudahkan Allah. Jalan –Nya yaitu jalan sedekah, kita turuti betul, alias kita
bersedekah.
Salahkah kita? Apakah kita disebut tidak ikhlas hanya karena
beribadah karena berharap akan kebenaran janji-Nya? Salahkah kita bila percaya
dengan omongan-Nya? Sama “iming-iming-Nya?” Salahkah juga kalau kita kemudian
bersedekah karena kepengen diberikan kemudahan atau karena kesulitan kita
pengen di hapus-Nya? Sedang ini adalah firman-Nya?.
0 Komentar